Eksekusi Putusan
1) Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan isi putusan secara suka rela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang memutus perkara.
2) Asas Eksekusi: a) Putusan telah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan serta merta, putusan provisi dan eksekusi berdasarkan groze akte (Pasal 191 RBg / Pasal 180 HIR dan Pasal 250 RBg / Pasal 224 HIR ). b) Putusan tidak dijalankan secara sukarela. c) Putusan mengandung amar condemnatoir (menghukum). d) Eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah dan dilaksanakan oleh Panitera.
3) Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu: a) Eksekusi riil dapat berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu perbuatan (Pasal 218 ayat (2) RBg / Pasal 200 ayat (11) HIR / Pasal 1033 Rv). b) Eksekusi pembayaran sejumlah uang (executie verkoof) dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 208 RBg / Pasal 196 HIR).
4) Prosedur Eksekusi: a) Pemohon mengajukan permohonan eksekusi dan mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait. b) Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah menerbitkan penetapan untuk aanmaning, yang berisi perintah kepada Jurusita supaya memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning. c) Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil Termohon eksekusi. d) Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah melaksanakan aanmaning dengan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua, Panitera dan Termohon eksekusi. Dalam sidang aanmaning tersebut: (1) Seyogyanya Pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir. (2) Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah menyampaikan peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan Termohon eksekusi melakukan isi putusan. (3) Panitera membuat berita acara sidang aanmaning dan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera. e) Apabila dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan, Pemohon eksekusi melaporkan bahwa Termohon eksekusi belum melaksanakan isi putusan, Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah menerbitkan penetapan perintah eksekusi.
5) Dalam hal eksekusi putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang objeknya berada di luar wilayah hukumnya, maka Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang bersangkutan meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi objek eksekusi tersebut dalam bentuk penetapan. Selanjutnya, Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan menerbitkan surat penetapan yang berisi perintah kepada Panitera/Jurusita agar melaksanakan eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah tersebut. (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010, butir 1).
6) Dalam hal eksekusi tersebut pada butir (5), diajukan perlawanan baik dari Pelawan tersita maupun dari pihak ketiga, untuk perlawanan tersebut diajukan dan diperiksa serta diputus oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan (Pasal 206 ayat (6) RBg / Pasal 195 ayat (6) HIR dan butir (2) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).
7) Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersebut pada butir (6) di atas ditangguhkan,maka yang berwenang menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuannya, sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang meminta bantuan tentang segala upaya yang telah dijalankan olehnya termasuk adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal 206 ayat (5) dan (7) RBg / Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR serta butir 3 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).
8) Dalam hal pelaksanaan putusan mengenai suatu perbuatan, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 259 RBg / Pasal 225 HIR) yang teknis pelaksanaannya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang,
9) Jika Termohoan tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan Pengadilan tidak bisa melaksanakan walau dengan bantuan alat negara, maka Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah agar Termohon membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh Termohon.
10) Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah wajib memanggil dan mendengar Termohon eksekusi dan apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut.
11) Penetapan jumlah uang yang harus dibayar oleh Termohon dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah.
12) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak dilaksanakan secara sukarela, makaakan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan (Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg / Pasal 200 HIR).
13) Putusan yang menghukum Tergugat untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh Jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.
14) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang dieksekusi telah diterima oleh Pemohon eksekusi, namun diambil kembali oleh tereksekusi.
15) Upaya yang dapat dit empuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah/rumah tersebut).
16) Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah atas gugatan penyerobotan
tersebut apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan putusan serta merta atas dasar sengketa bezit / Kedudukan berkuasa.
17) Jika suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada proses gugatan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak.
18) Pemulihan hak diajukan Pemohon kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah.
19) Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, Termohon eksekusi dapat mengajukan gugatan ganti rugi senilai objek miliknya.
20) Apabila putusan belum berkekuatan hukum tetap, kemudian terjadi perdamaian di luar Pengadilan yang mengesampingkan amar putusan dan ternyata perdamaian itu diingkari oleh salah satu pihak, maka yang dieksekusi adalah amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sumber:
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II, Edisi Revisi, Mahkamah Agung RI, Direktorat Jenderal Peradilan Agama, 2014, hlm. 120-124.